Penegakan Hukum Konstitusi

      

       Dasar Negara menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi. Dasar Negara menempati kedudukan sebagai norma hukum tertinggi suatu Negara. Sebagai norma tertinggi, dasar Negara menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Konstitusi adalah salah satu norma hukum dibawah dasar Negara. Dalam arti yang luas : konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti tengah : konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

       Dalam arti sempit : konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara.norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum dar Negara. Jadi kaitan antara dasar Negara dengan konstitusi adalah dasar Negara menjadi sumber bagi penyusunan konstitusi. Konstitusi sebagai norma hukum dibawah dasar Negara haru bersumber dan berdasar pada dasar Negara.

1. Konstitusi dalam segi bahasa
       Dari segi bahasa istilah konstitusi berasal dari kata constituer (Prancis) yang berarti membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu negara. Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti mengangkat, mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan sebutan gronwet yang berarti undang-undang dasar.
       Istilah konstitusi pada umumnya menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara. Sistem itu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara. Dengan demikian, pengertian konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan ketatanegaraan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

2. Nilai Konstitusi di Indonesia

       Berbicara konstitusi Indonesia tidak terlepas dari konstitusi tertulisnya yakni, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. UUD 1945 sebelum amendemen memiliki kecenderungan bersifat konstitusi yang bernilai semantik. Contohnya UUD 1945 pada zaman Orde baru dan Orde lama pada waktu itu berlaku secara hukum, tetapi dalam praktiknya keberlakuan itu semata-mata hanya untuk kepentingan penguasa saja dengan dalih untuk melaksanakan Undang-Undang dasar 1945. Kenyataan itu dapat kita lihat dalam masa Orde Lama ikut campur penguasa dalam hal ini eksekutif (Presiden) dalam bidang peradilan, yang sebenarnya dalam pasal 24 dan 25 Undang-Undang Dasar 1945 harus bebas dan tidak memihak, hal tersebut dapat terlihat dengan adanya Undang-Undang No. 19 tahun 1965. Pada masa Orde Baru konstitusi pun menjadi arena pelanggengan kekuasaan hal tersebut terlihat dengan adanya sifat konstitusi yang “sengaja” dibuat dengan membuat peraturan atau prosedur perubahan demikian sulit, padahal Undang-Undang Dasar pada saat itu dibentuk dengan tujuan sebagai Undang-Undang Dasar sementara, mengingat kondisi negara yang pada waktu itu telah memproklamirkan kemerdekaan maka diperlukanlah suatu Undang-Undang dasar sebagai dasar hukum tertinggi. Namun dikarenakan konstitusi tersebut masih dimungkinkan untuk melanggengkan kekuasaan, maka konstitusi tersebut dipertahankan. Maka timbulah adigium negatif “Konstitusi akan dipertahankan sepanjang dapat melanggengkan kekuasaan”.         Pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4, memberikan nilai lain pada konstitusi kita. Dalam beberapa pasal konstitusi kita memiliki nilai nominal, namun untuk beberapa pasal memiliki nilai normatif. Misal pada pasal 28 A-J UUD 1945 tentang Hak Asasi manusia, namun pada kenyataan masih banyak pelanggaran atas pemenuhan hak asasi tersebut, katakanlah dalam pasal 28B ayat (2), yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kekeluargaan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi . Walaupun dalam ayat tersebut terdapat hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi namun kenyataannya masih banyak diskriminasi-diskriminasi penduduk pribumi keturunan. Terlebih pada era orde baru. Kemudian pasal 29 ayat (2), yang berbunyi “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Perkataan Negara menjamin kemerdekaan menjadi sia-sia kalau agama yang diakui di Indonesia hanya 5 dan 1 kepercayaan. Hal tersebut menjadi delematis dan tidak konsekuen, bila memang kenyataan demikian, mengapa tidak dituliskan secara eksplisit dalam ayat tersebut. Hal lain adalah dalam pasal 31 ayat (2), yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Kata-kata wajib membiayainya seharusnya pemerintah membiayai seluruh pendidikan dasar tanpa memandang apakah sekolah tersebut swasta atau negeri, karena kata wajib disana tidak merujuk pada sekolah dasar negeri saja, seperti yang dilaksanakan pemerintah tahun ini, tetapi seluruh sekolah dasar. Pasal selanjutnya adalah pasal 33 ayat (3), yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kata dipergunakan dalam ayat tersebut tampaknya masih jauh dari kenyataan, betapa tidak banyak eskploitasi sumber daya alam bangsa ini yang dikuras habis oleh perusahaan asing yang sebagian besar keuntungannya di bawa pulang ke negara asal mereka. Kondisi demikian masih jauh dari tujuan pasal teersebut yakni kemakmuran rakyat bukan kemakmuran investor. Selanjutnya pasal 34 ayat (1), yang berbunyi “ fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Kata dipelihara disini bukan berarti fakir miskin dan anak-anak terlantar dibiarkan “berpesta ngemis” atau bergelandang tanpa dicari solusi dan menjamin jaminan sosial dimana sesuai dengan tujuan awal, yakni kesemakmuran seluruh rakyat Indonesia.       Kesimpulan dari pemaparan diatas tampaknya UUD kita mempunyai nilai nominal. Sebab walaupun secara hukum konstitusi ini berlaku dan mengikat peraturan dibawahnya, akan tetapi dalam kenyataan tidak semua pasal dalam konstitusi berlaku secara menyeluruh, yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif dan dijalankan secara murni dan konsekuen.

3. Perubahan Konstitusi di Indonesia

       Suatu Perubahan itu mungkin terjadi karena ketidaksempurnaan  suatu konstitusi, mungkin disebabkan oleh dua hal, pertama konstitusi itu adalah hasil karya yang bersifat kompromi, dan kedua kemampuan para penyusunnya itu sendiri yang terbatas. bersifat kompromi ini disebabkan karena konstituante yang dari berbagai kelompok manusia yang mempunyai pandangan politik yang berbeda dan kepentingan berbeda pula. Jika dilihat dari sudut pandang keterbatasan kemampuan manusia dalam hal ini konstituante maka hasil karya yang bernama konstitusi ini tidak akan sanggup mengatur setiap masalah yang akan terjadi di masa depan , maka dianggap tidak sempurna dan bisa saja tidak memadai lagi karena tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dalam hal seperti itu maka konstitusi akan mengalami perubahan .       Kapankah suatu konstitusi itu perlu diubah. Perubahan itu dirasakan perlu, manakala salah satu atau beberapa pasalnya tidak lagi sesuai dengan perkembangan masyarakat, orang sudah mersakan tidak lagi memberikan jaminan kepastian hukum. Tetapi kalau berbicara kapan harusnya konstitusi diubah, maka persoalannya lebih terletak bidang politik .        Karena betapa pun sukarnya suatu konstitusi untuk diubah, kalau kekuatan politik yang berkuasa menghendakinya, maka perubahan itu dapat diwujudkan begitu pun sebaliknya.Perubahan Konsititusi di Indonesia merupakan keharusan dalam sistem ketatanegaraan suatu negara, karena bagaimanapun sebuah konstitusi haruslah sesuai dengan realitas kondisi suatu bangsa dan warga negaranya. Dengan kata lain, bahwa sifat dinamis suatu bangsa terhadap setiap peradaban harus mampu diakomodasai dalam konstitusi negara tersebut. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin bangsa dan negara tersebut akan tergilas dengan arus perubahan peradaban tersebut.       Pertanyaannya adalah bagaimana dengan UUD 1945? Apakah UUD 1945 memberikan peluang bagi perubahan tersebut? Jika perubahan itu dimungkinkan bagaimana mekanisme dan prosedur perubahannya?      Tidak dapat dipungkiri bahwa UUD 1945 tergolong konstitusi yang bersifatrigid, karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga dibutuhkan suatu prosefur khusus, yaitu dengan cara by the people through a referendum. Kesulitan tersebut semakin jelas di dalam praktik ketatanegaraan Indonesia, dengan diberlakukannya ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1983 jo. UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang referendum.


Akan tetapi, kesulitan perubahan konstitusi tersebut, menurut K.C. Wheare,memiliki motif-motif tersendiri yaitu
1)   Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar.
2)   Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangang-pandangan sebelum perubahan dilakukan.
3)   Agar-dan ini berlaku di negara serikat- kekuasaan negara serikat dan kekuasaan negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara sendiri.
4)   Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau kebudayaannya mendapat jaminan.
 
       Melihat realitas dan kondisi UUD 1945, sekalipun termasuk kategori konstitusi yang sulit dilakukan perubahan, tetapi apabila dilakukan dicermati, terdapat peluang untuk perubahan terhadap konsititusi Indonesia (UUD 1945), walaupun mekanismenya tergolong berat. Secara yuridis terdapat satu pasal yang mengatur mekanisme perubahan terhadap UUD 1945, yaitu pasal 37 yang menyebutkan:

a.    Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
b.    Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
c.    Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
d.   Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
e.    Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.

Pasal 37 UUD 1945 tersebut mengandung empat norma dasar, yaitu:
1)      Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai penjelmaan dan wakil rakyat .
2)      Perubahan hanya pada pasal-pasalnya saja, kecuali pasal mengenai bentuk negara.
3)      Usul perubahan dilakukan secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 1/3 jumlah anggota MPR.
4)      Untuk mengubah sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 jumlah angora MPR dan putusan untuk perubahan dilakukan dengan persetujuan lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.

       Dalam sejajarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi atau UUD 1945 diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dari masa berlakunya sejak diproklamasikannya kemerdekaan negara Indonesia. Perubahan kostitusi sejak orde lama hingga orde reformasi secara terperinci adalah sebagai berikut:

1)      UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949).
2)      Konstitusi RIS (27 Desember 1949- 17 Agustus 1950).
3)      UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959).
4)      UUD 1945 (5 Juli 1959- 19 Oktober 1999).
5)      UUD 1945 dan perubahan pertama (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000).
6)      UUD 1945 dan perubahan pertama dan kedua (18 Agustus 2000-10 November 2001).
7)      UUD 1945 dan perubahan pertama. Kedua. Dan ketiga (10 November 2001-10 Agustus 2002).
8)      UUD 1945 dan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat (10 Agustus 2002 – sekarang).

4. Lembaga Penegak hukum di Indoensia

Penegakan Hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk  tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (Alternative desputes or conflicts resolutions).
Kemudian Satjipto Raharjo berpendapat bahwa penegakan hukum itu bukan merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan hukum terhadap suatu kejadian, yang dapat di ibaratkan menarik garis lurus antara dua titik.
Satjipto Raharjo dalam bukunya “Penegakan Hukum (sebuah Tinjauan Sosiologis)” Mengatakan Penegakan hukum sebagai Proses Sosial, yang bukan merupakan proses yang tertutup melainkan proses yang mempengaruhi lingkungannya.
Dalam arti sempit, actor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim. Para penegak hukum ini dapat dilihat Pertama sebagai orang atau unsure manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian demikian persoalan penegakan hukum tergantung kepada actor, pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua , penegak hukum dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi, dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum itu dari kacamata kelembagaan yang pada kenyataanya, belum terinstitusionalkan  secara rasional dan impersonal (institutionalized). Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu sama lain sertaketerkaitannya dengan bernagai factor dan element yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu system yang rasional.
Contoh lembaga hukum di Indonesia :
1. Komnas HAM
Lembaga ini berdiri di Indonesia dan memiliki posisi yang setaraf dengan lembaga negara lainnya. Lembaga ini membantu warga Negara Indonesia mendapatkan hak asasi mereka sesuai dengan asas Pancasila, UUD 1945 dan hak secara dunia melalui Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Komisi juga menjadi jembatan antara hukum Indonesia dengan warga Negara Indonesia yang memperjuangkan hak nya sebagai manusia. Misalnya hak pekerjaan, hak pendidikan, hak penghidupan yang layak dan hak-hak lain yang diatur lengkap dalam UUD 1945.
2. Komnas Perlindungan Anak
Komnas Ham (Komisi Nasional Perlindungan Anak) didirikan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1988). Komnas Perlindungan Anak sama kedudukannya dengan Komnas HAm namun lebih memfokuskan pada masalah-masalah hukum yang menyangkut anak-anak. Fungsi Komisi untuk juga untuk memantau, mengawasi kebijakan negara yang dapat memberatkan anak dalam haknya sebagai warga Negara Indonensia. Komisi ini juga berfungsi sebagai mediator dalam kasus-kasus hukum yang menimpa anak-anak baik sebagai korban atau pelanggar hukum.
3. Komnas Perlindungan Perempuan
Perempuan di Indonesia sangat dilindungi. Itulah  fungsi Komnas perlindungan perempuan yang melindungi perempuan dari segala bentuk tindak kekerasan misalnya pelecehan seksual, kasus kekerasan perempuan dalam rumah tangga (KDRT) , kasus hak hidup sebagai perempuan misalnya fasilitas-fasilitas umum untuk perempuan dan sebagainya. Komisi ini sebagai mediator atau negosiator antara pemerintah dengan warga Negara perempuan dalam memperjuangkan hak warga negara mereka.
4. YLBHI
YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) merupakan lembaga di Indonesia yang menyediakan payung bantuan hukum bagi mereka yang terkena kasus hukum. Lembaga ini mengedepankan asas penegakan hak asasi manusia, demokrasi dan keadilan. Lembaga tersebut juga memperjuangkan upaya penegakan negara hukum yang dapat menjamin keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia. Dalam membantu kasus-kasus hukum, klien juga ikut terlibat sehingga  dapat menyelesaikan masalah hukum mereka secara mandiri tanpa bantuan pengacara. Kantor YLBHI tersebut di seluruh ibu kota setiap provinsi di Indonesia. Sehingga Anda bisa dengan mudah meminta bantuan YLBHI untuk menangani masalah hukum Anda.
5. LBH
Lembaga Bantuan Hukum ini merupakan lembaga yang tersebar di seluruh kota di Indonesia, posisinya hampir sama dengan YLBHI dan merupakan payung bantuan hukum untuk warga Negara Indonesia. LBH lebih memfokuskan bantuan mereka ke warga yang tidak mampu secara ekonomi, yang mengalami penggusuran lahan, kasus pekerja yang di PHK, serta pelanggaran Hak asasi manusia lainnya secara umum. LBH memiliki tujuan untuk mewujudkan tatanan hukum yang adil bagi setiap Negara berdasarkan asas hukum yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Selain lembaga-lembaga hukum di atas, juga masih banyak lembaga-lembaga lain yang memiliki misi menegakkan hukum di Indonesia. Biasanya berdiri dari bentuk LSM atau perkumpulan pakar hukum yang khusus menangani bantuan hukum di Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demokrasi Indonesia

Integrasi Bangsa

Sebuah Kisah : Air Mata Kesedihan dan Penyesalan